Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Kitab Fadha’il
ash-Shahabah [Fath al-Bari Juz 7 hal. 15] dengan judul ‘Bab; Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tutuplah pintu-pintu -di dinding masjid-
kecuali pintu Abu Bakar.” Di dalamnya beliau menyebutkan sebuah riwayat
dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu. Untuk lebih jelasnya,
marilah kita simak penuturan Imam Bukhari tersebut.
Imam Bukhari berkata:
Abdullah bin Muhammad menuturkan kepada kami. [Dia berkata]: Abu ‘Amir
menuturkan kepada kami. Dia berkata: Fulaih menuturkan kepada kami. Dia
berkata: Salim Abu Nazhar menuturkan kepadaku dari Busr bin Sa’id dari
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada orang-orang
(para sahabat). Beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah memberikan
tawaran kepada seorang hamba; antara dunia dengan apa yang ada di
sisi-Nya. Ternyata hamba itu lebih memilih apa yang ada di sisi Allah.”
Beliau -Abu Sa’id- berkata: “Abu Bakar pun menangis. Kami merasa heran
karena tangisannya. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitakan ada seorang hamba yang diberikan tawaran. Ternyata yang
dimaksud hamba yang diberikan tawaran itu adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Memang, Abu Bakar adalah orang yang paling berilmu di
antara kami.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepadaku dengan ikatan
persahabatan dan dukungan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku
boleh mengangkat seorang Khalil -kekasih terdekat- selain Rabb-ku
niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai Khalil-ku. Namun, cukuplah
-antara aku dengan Abu Bakar- ikatan persaudaraan dan saling mencintai
karena Islam. Dan tidak boleh ada satu pun pintu yang tersisa di
[dinding] masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, di Kitab
Fadha’il ash-Shahabah (lihat Syarh Nawawi Juz 8 hal. 7-8)
Berikut ini pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas.
Kami sarikan dari keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar dan Imam an-Nawawi.
Semoga bermanfaat.
Hadits ini mengandung keistimewaan yang sangat jelas pada diri Abu
Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu yang tidak ditandingi oleh siapapun
-di antara para sahabat-. Hal itu disebabkan beliau berhak mendapat
predikat Khalil -kekasih terdekat- bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kalaulah bukan karena faktor penghalang yang disebutkan oleh Nabi
di atas (lihat Fath al-Bari [7/17 dan 19])
Abu Bakar radhiyallahu’anhu mengetahui bahwa seorang hamba yang
diberikan tawaran tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh sebab itu beliau pun menangis karena sedih akan berpisah dengannya,
terputusnya wahyu, dan akibat lain yang akan muncul setelahnya (lihat
Syarh Nawawi [8/7])
Hadits ini menunjukkan bahwa semestinya masjid dijaga agar tidak
menjadi seperti jalan tempat berlalu-lalangnya manusia kecuali dalam
kondisi darurat yang sangat penting (lihat Fath al-Bari [7/19])
Para ulama itu memiliki pemahaman yang bertingkat-tingkat. Setiap
orang yang lebih tinggi pemahamannya maka ia layak untuk disebut sebagai
a’lam (orang yang lebih tahu) (lihat Fath al-Bari [7/19])
Hadits ini mengandung motivasi untuk lebih memilih pahala akhirat daripada perkara-perkara dunia (lihat Fath al-Bari [7/19])
Hendaknya seorang berterima kasih kepada orang lain yang telah
berbuat baik kepadanya dan menyebutkan keutamaannya (lihat Fath al-Bari
[7/19])
Saudaraku… Kita bisa melihat bersama bagaimana zuhudnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap dunia. Kecintaan kepada akhirat
dan kerinduan untuk bertemu dengan Allah jauh lebih beliau utamakan
daripada kesenangan dunia.
Kita juga bisa melihat bersama bagaimana kedalaman ilmu Abu Bakar
ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu terhadap hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, sehingga ilmu itupun terserap dengan cepat ke dalam hatinya
dan membuat air matanya meleleh. Beliau sangat menyadari bahwa kehadiran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah para sahabat
laksana lentera yang menerangi perjalanan hidup mereka. Nikmat hidayah
yang dicurahkan kepada mereka melalui bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah di atas segala-galanya.
Kita pun bisa menarik kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berjalan dengan bantuan dan dukungan para sahabatnya.
Beliau -dengan kedudukan beliau yang sangat agung- tidaklah berdakwah
sendirian. Terbukti pengakuan beliau terhadap jasa-jasa Abu Bakar yang
sangat besar kepadanya. Tentu saja yang beliau maksud bukan semata-mata
bantuan Abu Bakar untuk kepentingan pribadi beliau, akan tetapi demi
kemaslahatan umat yang itu tak lain adalah dalam rangka dakwah dan
berjihad di jalan Allah.
Hadits ini juga menunjukkan betapa agungnya kedudukan Abu Bakar di mata
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melebihi sahabat-sahabat yang
lain. Sehingga sangat keliru pemahaman sekte Syi’ah yang
menjelek-jelekkan bahkan sampai mengkafirkan beliau.
Hadits
ini pun menggambarkan keluhuran akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam terhadap para sahabatnya. Bagaimana beliau dengan tanpa
malu-malu mengakui keutamaan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Padahal,
kedudukan Abu Bakar tentu saja berada di bawah kedudukan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun demikian, beliau menyebutkan
jasanya dan menyanjungnya di hadapan para sahabat yang lain.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa memuji orang di hadapannya
diperbolehkan selama orang tersebut tidak dikhawatirkan ujub karenanya.
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Abu Bakar dari sisi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memujinya di hadapannya dan di
hadapan para sahabat yang lain. Hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa
Abu Bakar bukanlah termasuk kategori orang yang dikhawatirkan merasa
ujub setelah mendengar pujian tersebut.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa kecintaan yang terpendam di dalam hati
pasti akan membuahkan pengaruh pada gerak-gerik fisik manusia.
Kecintaan yang sangat dalam pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap Abu Bakar pun tampak dari ucapan dan perbuatan beliau. Kalau
kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
konsekuensinya kita pun mencintai orang yang beliau cintai. Dan di
antara orang yang beliau cintai, bahkan yang paling beliau cintai adalah
Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Kecintaan yang berlandaskan Islam dan
persaudaraan seagama. Lantas ajaran apakah yang justru mengajarkan kita
untuk membenci orang-orang yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, kalau bukan ajaran kesesatan?!
Sumber Kemuliaan Abu Bakar Ash Shiddiq | Kami Muslim Sejati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar